Pada Senin, 3 November 2025, Gubernur Riau, Abdul Wahid, ditangkap dalam operasi senyap yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan tersebut menarik perhatian publik karena Abdul Wahid baru saja dilantik sebagai Gubernur Riau untuk periode 2025–2030 pada 20 Februari 2025. Dalam operasi tersebut, Abdul Wahid bersama sekitar 10 orang lainnya dibawa oleh tim KPK untuk penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan praktik korupsi di Dinas PUPR Provinsi Riau.
KPK memiliki batas waktu 1×24 jam untuk menetapkan status hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam operasi tangkap tangan, termasuk Abdul Wahid. Penangkapan tersebut menambah daftar panjang pejabat di Riau yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan untuk keuntungan pribadi, serta menimbulkan keraguan terhadap integritas pemerintahan di daerah tersebut.
Abdul Wahid, seorang anak kampung dari Dusun Anak Peria, Desa Belaras, memulai perjalanan yang panjang sejak kecil setelah kehilangan ayahnya pada usia 10 tahun. Meskipun berjuang dalam keterbatasan, Wahid berhasil meniti karirnya hingga menjadi Gubernur. Dengan latar belakang pendidikan dari Ponpes Ashhabul Yamin dan IAIN Suska Riau, Wahid memiliki pembawaan yang disiplin dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.
Kesuksesan politik Wahid dimulai dari kasus organisasi HMI dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hingga terpilih dua periode sebagai anggota DPRD Riau dan anggota DPR RI. Namun, kariernya diuji oleh KPK yang masih menyelidiki keterlibatannya dalam dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Pemprov Riau, menunggu keputusan hukum dalam 1×24 jam.
Masyarakat kini menanti langkah selanjutnya dari KPK terkait status hukum Abdul Wahid dan pihak lain yang diamankan dalam operasi tangkap tangan tersebut. Penegakan hukum menjadi sorotan utama dalam kasus korupsi di wilayah Riau.



