Dewan Pers menyoroti keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini sedang dibahas, sementara Presiden Joko Widodo menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap keberadaan pers dengan mengeluarkan Perpres 32 tahun 2024 untuk mendukung karya jurnalistik yang berkualitas.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menghargai dan mendukung karya jurnalistik yang berkualitas. Namun, ia meragukan urgensi RUU Penyiaran karena adanya larangan dalam menyiaran jurnalistik investigatif, yang dinilai sebagai hal yang bertentangan dengan prinsip dasar kerja jurnalistik.
RUU Penyiaran dianggap sebagai upaya yang berbahaya dalam membungkam kebebasan pers di Indonesia. Hal ini sudah terjadi sebelumnya dalam pembahasan UU Pemilu, UU Cipta Kerja, dan UU KUHP, yang semuanya dirancang untuk mengurangi peran penting pers dalam membentuk opini publik melalui pemberitaan yang berkualitas.
Ninik juga menyoroti beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran yang dinilai merugikan, seperti Pasal 48, 58, dan 127, serta Pasal 8 dan 30. Dewan Pers bersikeras bahwa proses pembahasan RUU ini harus melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan pers dan jurnalistik untuk memastikan transparansi dan keberpihakan terhadap kebebasan pers.
Dewan Pers siap untuk mempertanyakan RUU Penyiaran dan bersedia untuk berdiskusi dengan pihak terkait guna memastikan bahwa kebebasan pers dan hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berkualitas tetap terjamin.