Budi mengungkapkan bahwa bentuk perundungan non fisik dan non verbal yang paling banyak terjadi dalam lingkungan PPDS mencakup peserta diminta untuk membiayai hal di luar kebutuhan pendidikan, tugas jaga diluar batas wajar, penugasan demi kepentingan pribadi konsulen atau senior, serta pengucilan atau diabaikan. Ia menyoroti masalah terkait pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan kedokteran, dengan contoh kasus nyata seorang peserta PPDS Anestesi di Semarang yang mengelola dana hingga Rp1,6 miliar selama menjabat sebagai bendahara. Data dari PPATK menunjukkan bahwa dana tersebut kemudian dialirkan ke berbagai pihak. Budi juga mencatat bahwa peserta pendidikan spesialis sering kali mengeluhkan pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan, dan tuntutan layanan pribadi dari senior atau konsulen. Ia menegaskan bahwa dana yang dikumpulkan dari peserta didik seringkali dialirkan ke oknum tertentu di berbagai sentra pendidikan, dan hal ini merupakan temuan umum.
