Proses konstatering yang dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Pasar Asem Payung, Surabaya menuai protes keras dari pihak termohon. Konstatering ini merupakan bagian dari permohonan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang merujuk pada beberapa perkara tertentu. Kuasa hukum pihak termohon, Mas’ud, memprotes pelaksanaan konstatering tersebut dengan alasan sedang mengajukan upaya hukum luar biasa dan perlawanan melalui PTUN. Meskipun demikian, tim dari PN Surabaya bersama aparat kepolisian, TNI, dan perwakilan Pemkot tetap melanjutkan konstatering di area pasar.
Protes dari pihak termohon terkait keabsahan klaim Pemkot Surabaya atas tanah di Pasar Asem Payung. Mereka meragukan status lahan yang berdasarkan SIMBADA dan dokumen batas tanah yang digunakan oleh Pemkot. H. Fatchul Nadim, ahli waris dari H.M. Rowi Dahlan, menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan warisan keluarganya. Menurutnya, lahan tersebut dibeli pada 1974 dan sudah ada bukti kepemilikan sejak saat itu.
Pasar Asem Payung berdiri sejak tahun 2007 sebagai upaya relokasi pedagang kaki lima dari kawasan Galaxy. Haji Nadim, sebagai ahli waris, menolak penggunaan lahan keluarganya untuk pasar tersebut. Dia juga menemukan kejanggalan terkait plakat kepemilikan yang dipasang tanpa pemberitahuan pada 2017. Perselisihan mengenai status kepemilikan tanah ini berlanjut di jalur hukum dan menimbulkan perdebatan terkait dengan klaim kepemilikan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya.