Pada Kamis, 30 Januari 2025, Indonesia berhasil meraih kemenangan besar di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam sengketa dengan Uni Eropa terkait regulasi diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit. Keputusan tersebut dipicu oleh regulasi Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Act yang menyebutkan minyak kelapa sawit sebagai komoditas dengan risiko tinggi terhadap alih fungsi lahan. Dalam keputusan yang diambil pada Januari 2025, WTO menyatakan bahwa kebijakan Uni Eropa tidak hanya diskriminatif, tetapi juga tidak didukung oleh bukti ilmiah yang memadai.
Sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia, Indonesia mengambil langkah untuk melawan kebijakan tersebut dengan membawa kasusnya ke WTO pada Desember 2019. Dengan keputusan tersebut, Indonesia kini bisa kembali bersaing secara adil di pasar global. Hal ini membuka peluang baru bagi ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Eropa dan memberikan kelegaan bagi petani dan pelaku industri di tanah air.
Di sisi lain, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan citra minyak kelapa sawit yang belum ramah lingkungan di pasar internasional. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan penguatan program keberlanjutan seperti ISPO dan sertifikasi RSPO. Selain itu, diversifikasi pasar menjadi kunci penting untuk mengurangi ketergantungan pada Uni Eropa serta memperluas pasar ke wilayah Asia, Timur Tengah, dan Afrika.
Keberhasilan Indonesia dalam sengketa ini tidak hanya berdampak pada industri minyak kelapa sawit, tetapi juga memperkuat posisi diplomasi perdagangan Indonesia di forum global. Keberhasilan ini memberikan momentum bagi Indonesia untuk memperkuat industri minyak nabati yang berkelanjutan dan memimpin transformasi sektor energi nabati dunia. Melalui langkah-langkah strategis selanjutnya, Indonesia diharapkan bisa memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar, menjaga lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan petani kecil di Tanah Air.