Pelabuhan Patimban di Subang belum dapat beroperasi sepenuhnya untuk kapal kontainer karena kekurangan crane untuk bongkar muat kontainer dan lokasinya yang jauh dari kawasan industri. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi pelaku industri yang enggan beralih dari Pelabuhan Tanjung Priuk ke Pelabuhan Patimban. Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti belum siapnya Pelabuhan Patimban dalam menerima kapal logistik pengangkut kontainer meskipun targetnya adalah mampu menampung 3,5 juta teus per tahun pada tahun 2023.
Pelabuhan Patimban belum dilengkapi dengan crane meskipun biaya pembangunannya mencapai Rp43,22 triliun. Sebagai perbandingan, Pelabuhan Kuala Tanjung Medan dan Pelabuhan Makassar New Port telah dapat menerima kapal dengan investasi yang jauh lebih rendah. Selain itu, lokasi Pelabuhan Patimban yang jauh dari Kawasan Industri Subang Smartpolitan juga menjadi kendala karena tanpa konektivitas logistik yang baik.
Terlebih lagi, panjang dermaga Pelabuhan Patimban hanya 840 meter, tidak mencukupi untuk menampung kapal dengan target muatan 7,5 juta teus. Jarak antara kawasan industri dengan pelabuhan atau bandara yang berjarak sekitar 50 kilometer juga menjadi masalah karena tidak mendukung konektivitas antar lokasi tersebut. Bambang Haryo menegaskan bahwa skema pembangunan kawasan industri dan pelabuhan di Subang harus diperhatikan ulang untuk menurunkan biaya logistik dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah perlu segera mengambil langkah yang dianggap penting untuk membantu pengembangan industri dan meningkatkan konektivitas antar lokasi. Kajian yang lebih mendalam dalam pengembangan kawasan industri dan transportasi di masa depan perlu dilakukan agar pembangunan infrastruktur dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.