Di dalam industri kosmetik, selain masalah overclaim, masih banyak ditemui kendala terkait penggunaan produk yang melanggar aturan. Contohnya, penggunaan kosmetik dengan metode penyuntikan menggunakan jarum atau microneedle. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk yang terdaftar sebagai kosmetik namun diaplikasikan dengan cara ini sebenarnya tidak diperbolehkan. Untuk mengatasi hal ini, BPOM telah intensif melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik mulai dari September 2023 hingga Oktober 2024. Hasil pengawasan tersebut mengungkapkan bahwa ada 16 produk kosmetik yang digunakan seperti obat dengan menggunakan jarum atau microneedle. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyatakan bahwa tren penggunaan produk yang seharusnya kosmetik namun diaplikasikan dengan jarum menjadi perhatian serius dan perlu segera ditindaklanjuti.

Menurut Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022, kosmetik didefinisikan sebagai produk yang digunakan di luar tubuh manusia seperti pada kulit, rambut, kuku, bibir, organ genital luar, gigi, dan membran mukosa mulut. Fungsinya antara lain untuk membersihkan, mewangi, merubah penampilan, melindungi, serta menjaga tubuh dalam kondisi baik. Oleh karena itu, produk yang diaplikasikan dengan jarum, microneedle, atau bahkan injeksi bukanlah kosmetik karena tidak memenuhi syarat keamanan dan tidak ditujukan untuk berperan di lapisan kulit epidermis. Produk dengan aplikasi injeksi harus dipastikan steril dan diberikan oleh tenaga medis, sementara kosmetik umumnya tidak memerlukan bantuan tenaga medis dan tidak memiliki efek di bawah lapisan kulit.

Meskipun suatu produk sudah terdaftar sebagai kosmetik, namun jika digunakan dengan cara yang melanggar aturan dapat membahayakan kesehatan pengguna. Oleh karena itu, penting untuk lebih memahami peraturan yang berlaku dalam penggunaan produk kosmetik agar terhindar dari dampak negatif yang mungkin timbul.