SURABAYA – Notaris Ngakan Made Suta SH,. MM dihadirkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sebagai saksi fakta pada kasus dugaan memasuki rumah di Jalan Lebak Jaya Utara tanpa izin dengan terdakwa Wirjono Koesoema alias Aseng, seorang kakek berusia 77 tahun.
Banyak hal yang dibuka oleh saksi Made Suta dalam persidangan ini. Salah satunya mengatakan bahwa sewaktu menjadi Dewan Kehormatan Notaris, dirinya pada tahun 2016 pernah menengahi sengketa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) rumah Wirjono Koesoema selalu pihak penjual kepada Simon Effendy dari pihak pembeli.
“Waktu itu saya bilang bahwa PPJB itu secara hukum adalah sah. Prosedur yang ditempuh sudah benar.
Sehingga para pihak harus sepakat dengan PPJB itu,” katanya di ruang sidang Garuda 2 PN. Surabaya. Rabu (14/8/2024).
Saksi Made juga menyebut, dalam PPJB itu tertulis dibayar secara bertahap dan akan dilunasi pada tanggal 23 September 2015 dengan membuka Giro Bilyet (BG) sebesar Rp 958 juta.
“Kalau seorang notaris sudah berani membuat Akta PPJB maka obyek dan subyek hukumnya pasti sudah jelas. Kalau pada tanggal yang ditentukan dalam PPJB itu dipenuhi oleh pihak pembeli, maka transaksi itu otomatis akan terjadi tanpa kehadiran lagi dari pihak penjual,” lanjutnya.
Namun kata saksi Made, berkaitan dengan PPJB tersebut, pihak pembeli tidak memenuhi prestasinya. Pihak pembeli tidak membayar sebesar Rp. 958 juta. Sehingga terjadi deadlock alias tidak ada kesepakatan.
“Saya jelaskan kepada penjual, karena ini perjanjian, maka tidak boleh dibatalkan sepihak, melainkan harus bersama-sama. Kepada pembeli saya bilang kamu tidak boleh melaksanakan ketentuan didalam perjanjian pengosongan, karena prestasimu belum dipenuhi,” jelas Made.
Setelah beberapa bulan tidak terjadi kesepakatan lanjut saksi Made. Tau-tau pada 23 September 2015 ada transfer pembayaran sebesar Rp. 868 juta dari Simon sebagai pembeli kepada Wirjono sebagai penjual.
“Notaris Devy waktu saya periksa kenapa kok kamu melakukan transaksi ini, padahal ini kan prestasinya Simon belum dipenuhi. Notaris Devy menjawab Simon selaku pembeli menunjukkan bukti sudah transfer kepada pihak penjual. Tetapi si pembeli waktu itu tidak bercerita kalau besok harinya pembayaran itu dikembalikan oleh si penjual karena jumlahnya kurang atau tidak sesuai,” lanjutnya.
Sisi lain saksi Made juga mengungkapkan alasan dirinya dimintai tolong Dirjen untuk menyelesaikan masalah ini,
“Saya pernah dipanggil Menteri Kehakiman dan menggelar rapat di Dirjen. Saya dipanggil MenkumHam karena ada pengaduan seorang menjual rumahnya belum di bayar kok malah dipidana,” ungkapnya.
Saksi Made juga mengatakan kalau pada 22 Februari 2023 dirinya dipanggil oleh Polrestabes Surabaya untuk memediasi terkait Praperadilan perkara ini yang di ajukkan oleh Wirjono.
Menurut saksi Made, penyidik waktu itu minta tolong di mediasi supaya kasus Wirjono dengan Simon ini selesai.
“Penyidik waktu itu minta tolong supaya Praperadilannya dicabut. Sama Wirjono Pra itu dicabut. Saya bilang ke Simon kamu bayar saja Rp. 958 juta dan kasus ini ditutup, tapi waktu itu Pak Simon tidak mau,”
Kedua saya dipanggil lagi sama Kasatreskrim, Wirjono disuruh membuat pernyataan hanya bersedia terima Rp.958 juta, tidak minta bunga, tapi itupun tidak di setujui oleh Simon. Akhirnya saya ke Polda. Di Polda saya jelaskan seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya ke Dirjen. Saya hanya bilang kasus ini sudah kemana-mana, sampai ke Menteri Agraria, ke KumHam. Tolong di selesaikan,” imbuh saksi Made.
Ditanya oleh hakim anggota apakah saksi sudah mengetahui kalau Simon selaku pembeli sudah mengembalikan uang kekurangan jual belinya sebesar Rp. 868 juta kepada Wirjono,?
“Baru hari ini saya tau kalau uang yang ditransfer oleh Simon itu sudah dikembalikan lagi oleh Wirjono. Saya tanya kenapa dikembalikan, dijawab Wirjono jumlahnya tidak cocok dan kenapa dia (Simon) baru lakukan transfer padahal dari dulu kan saya sudah kasih kesempatan,” jawab saksi Made.
Ditanya oleh ketua majelis hakim Erintuah Damanik. Dalam Jual Beli kan ada kewajiban dari kedua belah pihak. Pembeli menyerahkan uang dan Penjual menyerahkan barang. Dalam hal ini apakah keduanya sudah melaksanakan kewajibannya,? Saksi Made menjawab si pembeli belum.
Berarti belum ada levering,? tanya ketua majelis hakim.
“Belum,” jawab saksi Made.
Dikejar oleh hakim Suparno kenapa Sertifikat Hak Milik (SHM) itu bisa dibalik nama dan atas dasar apa notaris melakukan balik nama,?
“Dasarnya pembayaran, kuasa pembelian dan ada kuasa jual. Dari dasar kuasa jual inilah digunakan dan dicatatkan oleh notaris,” jawab saksi Made.
Sementara itu saksi Justini Ngatino yang adalah istri dari terdakwa Wirjono Koesoema memastikan menjual rumahnya dengan harga Rp. 1.083 miliar namun baru dibayar sebesar Rp.125 juta saja, sedangkan sisanya belum dibayar.
Ditanya oleh hakim anggota Suparno, beberapa hari lalu, Simon sebagai pembeli sudah mentransfer Wirjono sebesar Rp. 868 juta. Apakah uang itu sudah dikembalikan apa tidak?
“Sudah,” jawab saksi.
Ada buktinya,? desak hakim Suparno lagi.
“Ada,” jawab saksi Justini tegas sambil menuju meja majelis hakim untuk menunjukkan bukti transfer pengembalian, Senin tanggal 12 Agustus 2024. (firman)