Agus menyoroti pentingnya dukungan pemerintah agar para tenaga medis dapat mengakses berbagai terobosan pengobatan inovatif yang terus berkembang. Namun, masih ada hambatan karena kebanyakan obat inovatif untuk kanker payudara hanya dapat diakses oleh pasien dengan kemampuan finansial tinggi. Agus menekankan perlunya adopsi yang merata di Indonesia terhadap kemajuan tersebut meskipun regulasi sudah ada namun implementasinya di lapangan masih menghadapi kendala.
Salah satu contoh yang diangkat oleh Agus adalah Trastuzumab, obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Meskipun sudah direkomendasikan untuk pasien stadium awal dalam Formularium Nasional, BPJS baru menanggungnya untuk pasien stadium lanjut. Rumah sakit sendiri ragu untuk menerapkan obat ini karena ketidakpastian mengenai pembiayaannya. Di samping itu, ada pengobatan inovatif lain yang lebih mutakhir yaitu Trastuzumab Deruxtecan (T-DXd) yang telah terbukti memperpanjang ketahanan hidup pasien HER2-low.
Meskipun obat tersebut sudah tersedia di Indonesia, namun belum termasuk dalam cakupan pembiayaan BPJS sehingga hanya dapat diakses oleh pasien dengan kemampuan finansial. Menurut Agus, tantangan selanjutnya adalah bagaimana memastikan obat-obatan inovatif seperti itu dapat tersedia dan diakses secara luas di Indonesia.
