Sidang lanjutan di Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (31/7/2025) mengenai permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos menjadi sorotan. Prof. Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN, Guru Besar Hukum Kepailitan dari Universitas Airlangga, dihadirkan sebagai saksi ahli oleh PT Jawa Pos.
Prof. Subhan memberikan penekanan pada tiga syarat utama dalam pengajuan PKPU, yakni utang yang telah jatuh tempo dan belum dibayar, melibatkan minimal dua kreditor, dan pembuktian sederhana. Ia menegaskan bahwa lebih dari 50 persen permohonan PKPU diajukan dengan pembuktian sederhana, namun dalam kasus ini, syarat tersebut tidak terpenuhi.
Menyusul dari putusan Mahkamah Agung dalam kasus PT Asuransi Jiwa Manulife, Prof. Subhan menjelaskan bahwa dividen bukan dianggap sebagai utang dalam hukum kepailitan. Ia menyoroti bahwa upaya menggunakan dividen sebagai dasar PKPU bertentangan dengan prinsip hukum korporasi.
Selain itu, Prof. Subhan menyoroti independensi pengurus dalam proses PKPU dan kepailitan. Ia menegaskan bahwa pengurus yang memiliki konflik kepentingan dapat dikenai sanksi pidana. Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum PT Jawa Pos, E.L Sayogo, mencatat bahwa permohonan PKPU tidak didasari oleh bukti utang yang sah dan berpotensi menyalahgunakan mekanisme hukum.
Prof. Subhan menyatakan bahwa perkara ini terlalu rumit untuk dikategorikan sebagai PKPU atau kepailitan karena dividen bukanlah utang dan telah ada sengketa sebelumnya. Sebagai penutup, ia menekankan pentingnya menyelesaikan semua masalah sebelum mengajukan PKPU.