Diplomasi Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan hasil positif melalui sejumlah kerjasama dan investasi dari beberapa negara. Sebanyak 71 MoU dari 13 negara dan komitmen investasi hampir Rp800 triliun dari empat negara telah terwujud dalam kurun waktu singkat. Melalui acara Diskusi Double Check, Philips J Vermonte dari Kantor Komunikasi Kepresidenan menjelaskan bahwa Presiden Prabowo membuka akses baru untuk ekonomi Indonesia dengan menggandeng negara-negara baru. Contohnya adalah masuknya Indonesia dalam organisasi BRICS yang membantu membentuk pasar baru di tengah ketidakpastian global. Meskipun beranggapan bahwa keanggotaan ini tidak berarti Indonesia anti-Barat atau anti-Amerika, Philips menegaskan bahwa keikutsertaan ini memberikan peluang untuk meningkatkan hubungan dengan negara besar seperti Rusia, China, dan India.
Selain itu, Indonesia berhasil menurunkan tarif impor dari Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen melalui negosiasi yang berhasil dengan Presiden Trump. Hal ini membuktikan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS tidak bersifat ancaman bagi Amerika Serikat, tetapi sebagai langkah memperluas kerjasama internasional. Meski demikian, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyatakan bahwa pemerintah masih berupaya untuk terus menurunkan tarif impor tersebut. Indonesia juga memiliki kesepakatan tarif impor paling rendah di ASEAN, yaitu sebesar 19%, yang menunjukkan komitmen untuk memperluas hubungan dagang dengan negara-negara tetangga.
Dalam menyikapi isu-isu hubungan internasional dan ekonomi, Wamenlu Arif Havas Oegroseno menekankan pentingnya melihat kepentingan nasional dalam setiap keputusan yang diambil. Politik luar negeri harus didasarkan pada fakta dan data yang akurat, bukan pada asumsi yang tidak jelas. Komentar atau pandangan masyarakat sebaiknya didasarkan pada informasi yang valid demi mendukung langkah-langkah diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah.
