Memahami media bukan hanya tentang isi, konteks, dan informasi yang disampaikan, tetapi juga melibatkan aspek ekonomi dan politik. Menurut pakar komunikasi Vincent Mosco, media tidak hanya berfungsi sebagai sarana informasi, hiburan, dan edukasi, tetapi juga merupakan arena pertarungan kepentingan ekonomi dan politik. Dalam bukunya “The Political Economy of Communication,” Mosco mengajak kita untuk melihat media secara holistik, termasuk faktor ekonomi dan politik kekuasaan yang mempengaruhi konten yang dikonsumsi oleh publik setiap hari.
Dalam analisisnya, Mosco menekankan bahwa kepemilikan media, pengaturan, dan kebijakan yang dibuat akan memengaruhi tampilan dan suara media yang diterima oleh publik. Media, ekonomi, dan politik kekuasaan saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Bagi pemilik modal media, faktor ekonomi akan dominan dan harus dipertahankan, sementara hubungan dengan politik kekuasaan akan memengaruhi iklim media.
Ketika negara mengambil peran dalam ekonomi media, seperti terjadi pada rezim Orde Baru di Indonesia, dinamika media berubah dari pers politik menjadi pers industri. Pemilik media dan relasi kekuasaan politik membentuk konten media yang disampaikan kepada publik, mempengaruhi keragaman sudut pandang dan kebebasan informasi. Pengaturan yang tidak tegas dapat memicu ketidaknetralan media, sehingga publik harus menjadi kritis terhadap informasi yang diterima dan memahami adanya kepentingan ekonomi dan politik di balik konten media.
Dalam konteks negara demokrasi, kebebasan pers merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dijaga. Media memiliki peran kritis dalam membangun hubungan yang seimbang antara kekuasaan negara, pemilik modal, dan kepentingan publik. Netralitas media selalu diperdebatkan dan tergantung pada dominasi faktor ekonomi, politik, dan relasi kekuasaan. Kesadaran publik untuk menjadi kritis terhadap media adalah langkah penting dalam memastikan informasi yang diterima objektif dan tidak terpengaruh oleh propaganda.