29 C
Jakarta
HomeLainnyaReformasi Intelijen Indonesia: Menentukan Standar Operasional BIN yang Berbasis Ancaman

Reformasi Intelijen Indonesia: Menentukan Standar Operasional BIN yang Berbasis Ancaman

Urgensi Reformasi Intelijen Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Keamanan

Diskusi terbatas tentang Dinamika Reformasi Tata Kelola Intelijen Indonesia telah diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie pada 19 Maret 2025. Diskusi ini melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, peneliti, dan praktisi dengan tujuan membahas tantangan yang dihadapi serta prospek reformasi intelijen Indonesia.

Diskusi ini menekankan pentingnya melakukan penguatan terhadap Badan Intelijen Negara (BIN) agar mampu lebih responsif terhadap ancaman global. Yudha Kurniawan, dosen Ilmu Politik Universitas Bakrie yang menjadi moderator, menegaskan bahwa pentingnya Reformasi Intelijen Indonesia ini meliputi berbagai aspek termasuk perubahan pada budaya kerja intelijen serta meningkatkan pengawasan terhadap kelembagaan.

Standarisasi Threat-Based Intelligence dalam Operasional BIN

Rizal Darma Putra, Direktur Eksekutif LESPERSSI, mengatakan bahwa keberhasilan lembaga intelijen sangat bergantung pada kemampuannya dalam mengidentifikasi dan merespons ancaman tepat waktu. Dalam banyak negara, model Threat-Based Intelligence telah menjadi standar operasional, dan BIN harus mengadopsi pendekatan ini agar dapat mencegah eskalasi ancaman sebelum terjadi serta tidak hanya bereaksi terhadap kejadian.

Di masa transisi kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, peran intelijen dalam menganalisis potensi ancaman menjadi semakin penting. Rizal menyoroti bahwa situasi ekonomi yang belum stabil bisa menjadi indikasi bahwa intelijen belum optimal dalam mendeteksi dan mengantisipasi risiko yang akan datang.

Reformasi Rekrutmen dan Kultur Intelijen

Awani Yamora Masta, peneliti dari Center for International Relations Studies, menekankan bahwa efektivitas badan intelijen sangat ditentukan oleh cara rekrutmen dan penempatan personel dilakukan. Proses rekrutmen sebaiknya didasarkan pada kompetensi teknis dan struktur organisasi, bukan semata-mata kedekatan politik.

Pemilihan personel intelijen di negara maju mengambil kriteria akademik, psikologis, dan kesesuaian individu dengan dunia intelijen. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, proses rekrutmen di Indonesia mengalami politisasi yang berpotensi merusak profesionalisme BIN.

Tantangan yang dihadapi kultur intelijen adalah terkait dengan meningkatnya transparansi informasi. Beberapa kritik dilontarkan terhadap penggunaan seragam agen intelijen dan perubahan nomenklatur lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). Hal ini bertentangan dengan prinsip intelijen yang mengedepankan kerahasiaan dan tidak menarik perhatian publik.

Penguatan Mekanisme Pengawasan untuk Mencegah Penyalahgunaan Wewenang

Muhamad Haripin dari BRIN menegaskan bahwa BIN memerlukan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Salah satu tantangan terbesar dalam sistem intelijen Indonesia adalah tumpang tindih kewenangan antar-lembaga serta minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran dan operasional.

Negara lain telah menerapkan mekanisme pengawasan terhadap badan intelijen mereka. Indonesia perlu mempertimbangkan pembentukan komite khusus di DPR atau mekanisme audit independen guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam kinerja intelijen.

Ekspansi fungsi intelijen di lembaga lain seperti kejaksaan dan badan maritim juga harus diawasi dengan ketat. Fungsi intelijen di lembaga-lembaga tersebut harus terbatas pada pengumpulan informasi dan analisis, bukan sebagai alat intervensi politik atau hukum yang berlebihan.

Rekomendasi Reformasi Intelijen Indonesia

Diskusi tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi untuk memperkuat kelembagaan intelijen di Indonesia:

Penerapan Threat-Based Intelligence sebagai standar operasional BIN untuk meningkatkan deteksi dini ancaman.

Reformasi rekrutmen personel dengan menekankan pada keahlian teknis seperti analisis data, teknologi informasi, diplomasi, dan kontraterorisme.

Menjaga independensi kelembagaan dengan proses rekrutmen dan promosi berbasis kompetensi, bukan afiliasi politik.

Memperkuat mekanisme pengawasan melalui pembentukan komite khusus di DPR atau audit independen.

Menyesuaikan regulasi kelembagaan intelijen guna memastikan transparansi, efisiensi anggaran, dan optimalisasi peran BIN dalam menjaga stabilitas nasional.

Dengan berbagai rekomendasi tersebut, Reformasi Intelijen Indonesia diharapkan dapat menciptakan sistem intelijen yang lebih adaptif, profesional, dan transparan dalam menghadapi tantangan keamanan nasional maupun global.

Sumber: Reformasi Intelijen Indonesia: Penguatan Kelembagaan Dan Penerapan Threat-Based Intelligence Sebagai Standar Operasional
Sumber: Kelembagaan Intelijen Harus Diperkuat, Model Threat Based Intelligence Jadi Standar Utama Operasional Badan Intelijen Di Banyak Negara

Berita Terbaru

Berita Populer