Indonesia, dengan kekayaan budaya yang tak tertandingi, memancarkan pesona yang begitu memikat kepada dunia. Dari gerak tari hingga ukiran batik, setiap elemen budaya menjadi saksi bisu dari warisan yang berharga. Namun, melindungi dan menyebarkan pesona budaya Indonesia ke tataran global tidaklah mudah. Di era digital ini, di mana identitas lokal terancam oleh arus globalisasi, pentingnya melestarikan warisan budaya menjadi semakin mendesak.
Upaya Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional terhadap warisannya patut diapresiasi. Dengan 11 warisan budaya takbenda yang diakui oleh UNESCO, mulai dari Tari Saman hingga Pencak Silat, pencapaian ini bukan hanya sekedar pengakuan, tapi juga pengingat akan pentingnya menjaga warisan tersebut. Namun, tantangan tidak bisa dianggap enteng. Protokol sengketa dengan negara tetangga menjadi bukti bagaimana diplomasi budaya memegang peranan penting dalam melindungi identitas nasional.
Selain upaya diplomasi, repatriasi benda-benda bersejarah juga menjadi bagian dari perjuangan Indonesia dalam mengklaim kembali identitas budayanya. Keberhasilan mengembalikan beberapa arca bersejarah dari Belanda dan Inggris pada tahun 2020 adalah contoh nyata dari dedikasi untuk memulihkan kekayaan budaya yang telah lama hilang. Sinema Indonesia juga telah menjadi wakil budaya yang utama dengan film-filmnya seperti “Kucumbu Tubuh Indahku” dan “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak”.
Meskipun pencapaian ini patut dibanggakan, tantangan besar masih menanti. Keberlanggengan budaya Indonesia di era digital harus dijaga dengan seksama. Melalui program Kampus Merdeka, pemerintah berupaya untuk membentangkan jaringan yang menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka. Namun, mewaspadai ancaman globalisasi adalah kuncinya. Mempertahankan identitas budaya Indonesia melalui pendidikan, diplomasi, dan kebijakan publik menjadi langkah yang krusial dalam menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang.
