Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, sedang menjadi sorotan publik setelah laporan harta kekayaannya menunjukkan peningkatan signifikan. Hal ini terjadi di tengah polemik seputar sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax. Peluncuran sistem ini bertujuan untuk memodernisasi dan menyederhanakan proses perpajakan, namun menghadapi kritik karena sering mengalami gangguan teknis yang menyulitkan wajib pajak. Keluhan ini menyebar luas dan viral di media sosial.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan pada 31 Desember 2022, Suryo Utomo melaporkan memiliki total harta kekayaan sebesar Rp18,32 miliar. Ini merupakan peningkatan hampir tiga kali lipat dari laporan sebelumnya pada tahun 2016. Harta kekayaan tersebut terdiri dari berbagai aset, termasuk tanah, bangunan, kendaraan, dan harta bergerak lainnya. Selain itu, Suryo juga mencantumkan utang sebesar Rp3,41 miliar dalam laporannya.
LHKPN ini merupakan kewajiban bagi pejabat negara sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Data mengenai harta kekayaan pejabat negara dipublikasikan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Polemik seputar harta kekayaan Suryo Utomo membawa perhatian pada sistem administrasi perpajakan Coretax dan menyoroti pentingnya integritas dalam penyelenggaraan negara.