25.6 C
Jakarta
HomeBerita"Analisis Dampak Tolak Kenaikan PPN 12% di Angkutan Penyeberangan"

“Analisis Dampak Tolak Kenaikan PPN 12% di Angkutan Penyeberangan”

Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, namun hal ini menimbulkan penolakan dari pelaku usaha angkutan pelayaran. Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto, menilai bahwa kenaikan PPN tersebut akan menambah beban operasional yang sudah berat bagi usaha angkutan penyeberangan. Terdapat perbedaan sebesar 31,8% antara tarif yang diterapkan saat ini dengan perhitungan biaya pokok yang telah disepakati sebelumnya oleh pihak terkait pada tahun 2019.

Rachmatika menyatakan bahwa kenaikan PPN yang direncanakan akan menyebabkan efek bertingkat terhadap kenaikan biaya lainnya, seperti kenaikan gaji karyawan dan biaya pengedokan yang semuanya akan ditambahkan PPN dalam pembeliannya. Pengusaha angkutan penyeberangan meminta kompensasi berupa pengurangan biaya kepelabuhanan jika tarif penyeberangan tidak bisa disesuaikan, sebagaimana yang diberlakukan bagi angkutan udara. Pengurangan biaya kepelabuhan dianggap penting untuk menjaga kelangsungan pelayanan angkutan penyeberangan dari segi keselamatan dan kenyamanan, terutama ketika biaya operasional kapal terus meningkat.

Rachmatika juga mengungkapkan perbandingan perlakuan pemerintah terhadap angkutan udara yang notabene merupakan segmentasi pasar kelas atas, dengan angkutan penyeberangan yang merupakan kelas bawah. Permintaan pengurangan biaya kepelabuhan atau PNBP disebut sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha angkutan penyeberangan di tengah kondisi tarif yang belum sesuai dengan perhitungan biaya. Sementara biaya operasional terus meningkat, penyesuaian tarif dianggap sebagai langkah yang sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan usaha angkutan penyeberangan.

Berita Terbaru

Berita Populer