tulis ulang artikel ini
Kasus Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang dijatuhkan oleh Dinas Polri kepada anggota polisi Rudy Soik di NTT hingga saat ini masih menjadi sorotan. Sebelumnya, Rudy Soik yang merupakan anggota Polresta Kupang Kota, dipecat secara tidak hormat dari institusi kepolisian.
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat ini tercantum dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor PUT/38/X/2024, yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2024 lalu, oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Setelah kasus ini mulai ramai, PTDH terhadap Rudy Soik mulai dipertanyakan masyarakat karena hal itu bermula dari upayanya sebagai anggota Kepolisian Polresta Kupang Kota dalam mengungkap kelangkaan BBM di Kota Kupang.
Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi di lokasi penimbunan minyak solar ilegal di Kota Kupang. Pengusutan mafia BBM subsidi jenis solar dimulai pada 15 Juni 2024, saat terjadi kelangkaan BBM di Kota Kupang dan daerah lain di daratan Timor.
Rudy Soik dipecat secara tidak hormat karena dianggap melanggar Kode Etik Profesi Polri. Tindakan Rudy yang dipandang dapat merusak reputasi institusi itu telah menjadi perhatian, karena setiap anggota Polri diharapkan berkomitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan integritas.
Seiring dengan berkembangnya kasus ini, masyarakat diharapkan dapat tetap kritis dan mengawasi jalannya proses hukum serta tindakan dari Polri ke depannya. Apakah pemecatan Rudy Soik ini akan berdampak pada upaya pemberantasan mafia BBM, masih menjadi pertanyaan besar bagi publik.
5 pelanggaran
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT) Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang Silitonga dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin, membeberkan lima pelanggaran yang dilakukan oleh mantan Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim Polresta Kupang Kota Ipda Rudy Soik hingga akhirnya dijatuhi sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Dia menuturkan bahwa kejadian bermula saat dilakukannya penertiban terhadap polisi dan polwan yang diduga melakukan pelanggaran etik, yakni memasuki tempat hiburan karaoke saat jam kerja pada 25 Juni 2024.
Dari tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT), Propam menemukan empat anggota Polri saat kejadian tersebut, salah satunya adalah Ipda Rudy Soik.
Tiga anggota kemudian disidangkan dan menerima putusan sidang berupa permintaan maaf kepada institusi dan penempatan khusus selama tujuh hari. Namun, Ipda Rudy Soik tidak menerima dan mengajukan banding.
Dia menyebut setelah peristiwa OTT di tempat karaoke tersebut, Ipda Rudy Soik diduga dengan sengaja menciptakan kondisi dan situasi untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga mafia BBM.
Ipda Rudy Soik pun diduga memfitnah anggota Propam yang menangani perkara tersebut, yaitu menerima uang setoran dari pelaku BBM.
Saat proses pemeriksaan perkara tersebut, dia mengatakan bahwa Ipda Rudy Soik ditemukan meninggalkan tugas dan tidak berada di Kupang, NTT, melainkan dari pengecekan yang dilakukan berada di Jakarta.
Dia lantas menuturkan Ipda Rudy Soik hengkang dari pemeriksaan Propam dengan tidak masuk berturut-turut selama tiga hari, sehingga menyulitkan kelanjutan perkara tersebut.
Adapun pelanggaran terakhir, tambah dia, Ipda Rudy Soik dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) terhadap sejumlah drum kosong di tempat yang diduga penampungan BBM ilegal di Kupang, NTT.
Dengan demikian, pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri yang menjerat Rudy Soik meliputi beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan BBM bersubsidi.
Baca juga: Kapolda NTT temui Rudy Soik di DPR dan anggap masih anggota Polri
Baca juga: Kapolda NTT beberkan 5 pelanggaran Ipda Rudy Soik
Baca juga: Profil Rudy Soik, Perwira Polisi yang dipecat usai ungkap mafia BBM
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024