SURABAYA – Tidak terima karena rumahnya yang berada di Jalan Petemon Sidomulyo II/28 Surabaya dilelang dengan harga murah. Edy Santoso menempuh jalur hukum.
Pertama, menggugat sebesar Rp.800 juta secara tanggung renteng terhadap Clara Aristantina Rahayu (Tergugat 1), Hudojo (Tergugat 2), KPKNL Surabaya (Tergugat 3), PT. Bank Sinarmas Tbk Surabaya (Tergugat 4) dan Notaris Dedy Wijaya SH.Mkn serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya 1.Kedua melaporkan ke Polda Jatim.
Kuasa hukum Edy, Yan Dominggus Labobar mengatakan, untuk gugatan perbuatan melawan hukumnya, tercatat dengan nomor perkara 386/Pdt.G/2024/PN.Sby. Saat ini sidang gugatan itu memasuki agenda penyerahan 19 bukti surat dari pihak Edy Santoso selaku Penggugat.
“Clara Aristantina Rahayu digugat karena posisinya sebagai pemegang Hak Cessie dari PT. Bank Sinarmas Tbk Surabaya sekaligus sebagai pihak pemohon lelang. Sedangkan Hudojo yang adalah mantan mertua Clara digugat karena kapasitasnya sebagai pihak pemenang lelang,” kata kuasa hukum Edy, Yan Dominggus Labobar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (5/9/2024).
Yan berujar, mereka digugat karena telah melelang rumah milik Kliennya yang dijadikan jaminan hutang di Bank Sinarmas, secara tidak fair dan disinyalir bukan diajukan oleh Tergugat 1 yakni Clara Aristantina Rahayu.
“Kita juga sudah laporkan hal itu ke Polda Jatim dan sekarang masih proses pemeriksaan. Berdasarkan dokumen yang kita punya berupa foto copy dan risalah lelang serta dokumen pendukung lainnya, patut diduga semua tanda tangan dari Tergugat 1 yaitu Ibu Clara Aristantina Rahayu dipalsukan,” ujarnya kepada media.
Yan menjelaskan, dugaan pemalsuan itu semakin terang benderang pada saat sidang mediasi. Waktu itu sudah ada pengakuan dari Clara di depan hakim mediasi dan dihadapan pihak-pihak yang lain, kalau dia tidak tangan surat permohonan lelang atas rumah Klienya Edy Santosi ini.
“Hal itu juga dapat kita buktikan, pada saat gugatan pertama terkait dengan gugatan perlawanan eksekusi. Saat itu ibu Clara sudah mengakui bahwa tanda tangan yang ada dalam dokumen tersebut bukan tanda tangannya dia,” jelasnya.
Berkaitan dengan dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut, Yan menyebut sudah menunjukannya kepada majelis hakim, bahkan sudah dilihat oleh majelis hakim mana tanda tangan aslinya dan mana tanda tangan pembandingnya.
Namun sayangnya tutur Yan, untuk dokumen-dokumen lelang tersebut, pihaknya hanya memegang foto copynya saja, karena dokumen aslinya ada di KPKNL.
“Makanya dalam persidangan tadi saya sempat minta kepada majelis hakim karena kewenangannya agar supaya KPKNL menghadirakan bukti-bukti aslinya. Sebab pada saat persidangan perlawanan eksekusi yang lalu tidak ada dokumen asli yang dihadirkan KPKNL,” tutur Yan.
Melihat kasus lelang eksekusi sekarang ini sedang tranding dan booming, Yan pun berharap kasus yang menimpah Kliennya ini di usut tuntas.
“Proses lelang dan eksekusi hak tanggungan diduga banyak direkaya oleh oknum-oknum yang ada di KPKNL. Ada brokernya. Kita minta dugaan rekayasa lelang ini diungkap, mumpung sekarang lagi tranding dan booming dengan kasus-kasus lelang eksekusi. Kita sekarang ini minta tanggung jawab KPKNL terkait dengan tugas dan kewenangnya sebagai pejabat lelang,” harap Yan.
Selanjutnya Yan menceritakan bagaimana awal mula rumah Edy dilelang.
Awalnya Edy Santoso mengajukan Kredit pembiayaan di Bank Sinarmas dan diberikan pinjaman sebesar Rp.250 Juta. Selanjutnya pinjaman itu dibayar oleh Edy secara berkala dan masih sisa sekitar Rp.114 Juta termasuk bunga dan denda.
Lantaran pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi usaha Edy menjadi terpuruk sehingga dia terhalang membayar cicilan, hingga akhirnya di hutang Edy di Cessie,
“Cessie ini pemenangnya Tergugat 1 Clara,” ujar Yan.
Karena Edy tidak bisa bayar, kemudian Edy mendapatkan somasi hingga akhirnya jaminan rumah Edy disita dan dilelang.
“Cessienya menurut informasi dari pihak yang mengajukan nilainya Rp.250 juta. Tapi berdasarkan rincian biaya lelang (ada buktinya) disitu ditulis Rp.350 juta” katanya.
Tak hanya itu, Yan juga mengeluhkan tentang penjualan lelang rumah Edy yang tidak mendapatkan sama sekali pengembalian, namun malah seolah-olah sengaja di klop-klopkan oleh para Tergugat.
“Rumah Edy sesuai harga pasaran nilainya sekitar Rp1,5 Miliar, sedangkan nilai likuiditasnya sebesar Rp.800 juta. Sedangkan sisa hutang Edy di Bank Sinarmas sebesar Rp.114 Juta,” keluh Yan Dominggus Labobar. (firman)