Kamis, 4 Juli 2024 – 00:35 WIB
BANYUMAS – Dahulu sekitar tahun 1970-1980, area Banyumas menjadi incaran wisatawan mancanegara untuk berburu lukisan bergaya Mooi Indie. Bahkan, tempat ini mendapatkan sebutan sebagai galeri terpanjang se-Asia Tenggara.
Baca Juga :
Keajaiban Nusa Penida: Perpaduan Wisata Alam dan Budaya Melalui Barong Dance
Namun kini, Mooi Indie kian meredup dan galeri terpanjang tersebut hanya menjadi kenangan. Kini, area itu berganti dengan outlet oleh-oleh makanan khas Banyumas. Scroll untuk tahu lebih lanjut, yuk!
Lukisan gaya Mooi Indie sendiri identik dengan keindahan alam, di mana awalnya dibawa oleh para seniman Eropa pada tahun 1830 ke Indonesia. Salah satunya diabadikan lewat keindahan di sekitar Pegunungan Slamet, hingga menjadi objek lukisan yang paling digemari saat itu.
Baca Juga :
Bea Cukai Purwokerto Sita 2,1 Juta Batang Rokok Ilegal Senilai Rp2,9 Miliar
Sayangnya, di tahun 1990-an terjadi ‘boom seni’ di Indonesia di mana terjadi penjualan besar-besaran. Selain itu, di tengah dominasi pasar seni lukis, selera para kolektor mulai beralih yang membuat lukisan Mooi Indie kian langka.
Baca Juga :
Ramalan Jayabaya: Pulau Jawab Akan Terbelah Dua
Nah, dalam rangka memperkenalkan kembali lukisan bergaya Mooi Indie, digelarlah pameran seni dengan mengusung tema Kebangkitan Mooi Indie Modern versi Kie Art Project bersama batik Hadipriyanto.
“Pameran kali ini ingin dijadikan sebagai titik kebangkitan, di mana dalam karya-karya senimannya mengedepankan kombinasi teknik, pewarnaan modern, fresh dan konsep yang dinamis, di mana tidak terpaku pada komposisi gunung, sungai dan persawahan,” ujar Slamet Santosa, Founder Kie Art Project sekaligus Art Director, dalam keterangannya, dikutip Kamis 4 Juli 2024.
Gita Yohanna Thomdean, pegiat Kie Art, menambahkan, selain pameran, acara ini sekaligus menjadi ajang pementasan dari anak-anak Pemuda Kie Seni, yang berasal dari desa terpencil Sidareja, Purbalingga, Jawa Tengah. Mereka menampilkan beragam seni salah satunya pertunjukan Gemah Ripah Loh Jinawi.
“Kami berharap dapat menjadikan event ini sebagai pengingat kita untuk selalu menghargai dan melestarikan alam sekitar. Sebagai contoh, beberapa flora fauna di sekitar Gunung Slamet yang kian punah, seperti elang jawa, berbagai anggrek, kantong semar, macan tutul, kumbang hitam dan monyet daun,” ungkap Gita.
Pertunjukan Gemah Ripah Loh Jinawi menyajikan awal yang dramatis dengan perarakan kesenian Jawa Purba dengan seorang penari tunggal yang membagikan padi sebagai ungkapan syukur dan pengingat betapa suburnya Indonesia.
Slamet Santosa menjelaskan, ada empat pelukis yang dilibatkan dalam pameran kali ini, yaitu Apriyanto, Budi. S, Chune dan Rubby. Di mana semua pelukis ini berasal dari daerah Banyumas dan eks Banyumas Raya.
“Apresiasi mendalam kami haturkan kepada seniman-seniman yang mau sama-sama bergerak maju bersama kami, yang setiap saat selalu meningkatkan kreativitasnya dalam menggali potensi-potensi yang belum tergali secara maksimal dan selalu terbuka dengan growth mindset yang baik dalam menerima hal-hal baru demi turut berkontribusi dalam perkembangan dunia seni rupa. Keempat pelukis memiliki karakter kebangkitan yang berbeda satu sama lain, menjadikan Mooi Indie modern kian hidup,” paparnya.
Pameran ini masih berlangsung hingga 29 Juli 2024 mendatang di Homestay Hadipriyanto yang terletak dekat dengan Kota Lama Banyumas, Jawa Tengah.
Halaman Selanjutnya
Gita Yohanna Thomdean, pegiat Kie Art, menambahkan, selain pameran, acara ini sekaligus menjadi ajang pementasan dari anak-anak Pemuda Kie Seni, yang berasal dari desa terpencil Sidareja, Purbalingga, Jawa Tengah. Mereka menampilkan beragam seni salah satunya pertunjukan Gemah Ripah Loh Jinawi.