Liputan6.com, Jakarta – Masuknya Starlink sebagai penyedia akses internet di Indonesia berpotensi meningkatkan pemantauan penyakit dan pemberian layanan kesehatan.
Associate Professor Monash University Indonesia bidang Kesehatan Publik, Grace Wangge, mengatakan bahwa masuknya Starlink di Indonesia berpotensi mempercepat transformasi digital layanan kesehatan, utamanya pemantauan penyakit.
Hal ini disampaikan Grace dalam acara diskusi media oleh Monash Data & Democracy Research Hub yang membahas “Memotret Digitalisasi Dunia Kesehatan dan Masuknya Starlink di Indonesia” pada Minggu, 26 Mei 2024.
“Data kesehatan kita tidak terkumpul dengan baik dan real-time, sehingga pengambil keputusan tidak cepat dan tepat. Misalnya di suatu daerah di Kalimantan, nakes mesti naik perahu setengah hari ke ibu kota kabupaten, untuk sinkronisasi data stunting (EPPBGM) karena akses internet tidak ada. Tentunya hal ini memperlambat proses alokasi intervensi yang dibutuhkan”, tegas Grace.
Akses internet yang disediakan Starlink akan sampai ke level puskesmas yang juga memiliki kewajiban melakukan pelayanan promotif dan preventif.
Dengan akses internet yang lebih luas dan cepat, data terkait tren kasus penyakit yang tinggi dapat diketahui dengan adanya laporan yang cepat di tingkat puskesmas.
Namun, di sisi lain, pemerintah tetap perlu mengawal akses Starlink ke data kesehatan dan kesadaran institusi dalam mengelola data.
Tahun ini pemerintah sedang membangun Pusat Data Nasional di Cikarang, Jawa Barat, yang rencananya akan rampung pada Oktober 2024.
Masuknya Starlink dengan janji memberikan layanan internet yang lebih baik di Indonesia dinilai dapat membantu pemerintah dalam upaya mensinergikan data, utamanya data kesehatan.