Inovasi dalam meminimalisasi jumlah jemaah haji yang meninggal selanjutnya adalah dengan menetapkan kriteria yang ketat dalam istitha’ah kesehatan. Istitha’ah ini mencakup kemampuan fisik dan mental jemaah haji yang diukur melalui pemeriksaan kesehatan.
Menurut Liliek, sebelumnya, kriteria untuk bisa berangkat haji sangat longgar, namun sekarang telah diperketat. Contohnya, untuk penderita diabetes, HbA1c atau kadar gula darahnya harus di bawah 8 persen agar dapat berangkat. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa jemaah haji yang berangkat memiliki kesehatan yang memadai.
Selain pengetatan kriteria diagnosa, upaya lain yang dilakukan adalah penambahan asesmen kesehatan jemaah haji, termasuk asesmen kognitif, mental, dan aktivitas fisik. Hal ini dimaksudkan untuk menilai kemampuan jemaah haji dalam menjalani ibadah fisik yang menuntut kesehatan fisik dan mental yang baik.
Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, proses penentuan istitha’ah dilakukan secara komputerisasi. Setiap tahap pemeriksaan kesehatan jemaah haji, mulai dari anamnesis, tes kognitif, tes mental, hingga kemampuan aktivitas, direkam dan dinilai oleh sistem komputerisasi. Dengan adanya sistem ini, diharapkan penilaian kesehatan jemaah haji dapat menjadi lebih objektif dan akurat.
Melalui inovasi-inovasi ini, diharapkan bahwa proses seleksi jemaah haji yang layak dan sehat dapat dilakukan dengan lebih ketat dan akurat, sehingga dapat meminimalisir risiko jemaah haji yang meninggal selama menunaikan ibadah haji.