Liputan6.com, Jakarta – Jajanan merupakan camilan yang umumnya memiliki rasa lezat dan sering menjadi teman setia saat bersantai atau kumpul bersama. Namun, beberapa jajanan favorit ternyata mengandung lemak trans industrial.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lemak trans terbentuk melalui proses industri yang menambahkan hidrogen ke minyak nabati, sehingga menghasilkan minyak terhidrogenasi sebagian atau Partially Hydrogenated Oil (PHO). Proses ini membuat minyak nabati lebih murah dan tahan lama, sehingga sering digunakan dalam pembuatan makanan.
Pada tahun 2023, WHO Indonesia melakukan penelitian mengenai kandungan lemak trans dalam makanan berbasis minyak yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Penelitian ini melibatkan 130 sampel dari 4 kategori makanan, yaitu lemak dan minyak, margarin dan selai, makanan kemasan, dan makanan siap saji.
Hasilnya, sebanyak 11 dari 130 sampel atau hampir 10 persen makanan yang diteliti mengandung lemak trans lebih dari 2% total lemak. WHO menganjurkan agar makanan tidak mengandung lemak trans lebih dari 2%. Namun, sampel lainnya masih dalam batas aman.
Jenis makanan dan bahan baku dengan kadar lemak trans tinggi antara lain campuran mentega dan margarin, Shortening atau mentega manis, biskuit pai, wafer dengan krim coklat, Red velvet cake, roti maryam, martabak coklat, croissant dengan isi coklat, dan Danish pastry.
Campuran mentega dan margarin menjadi bahan baku dengan kadar lemak trans tertinggi, yakni sebanyak 22,68 g ALT atau setara dengan 10 kali lebih tinggi daripada anjuran WHO.