Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tengah bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham telah mencatatkan alarm likuefaksi sebagai kekayaan intelektual (KI) di Kota Palu.
“Pendaftaran alarm likuefaksi sebagai hak paten atas kekayaan intelektual merupakan langkah penting untuk melindungi inovasi ini, sekaligus memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas,” ujar Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng Hermansyah Siregar.
Alarm likuefaksi ini dikembangkan oleh mahasiswi dan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako, Andriaztika Lala dan Sahrul Saehana, sebagai respons atas tragedi gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Kota Palu pada tahun 2018.
Fungsi utama dari alarm likuefaksi adalah untuk mendeteksi dan memberikan peringatan dini terhadap fenomena likuefaksi tanah, yang dapat menyebabkan amblesan dan kerusakan bangunan. Alat ini menggunakan sensor canggih untuk memantau perubahan kadar air tanah dan akan memberikan peringatan berupa suara alarm dan lampu yang menyala saat terjadi peningkatan kadar air tanah yang signifikan.
Siregar menyatakan bahwa pendaftaran alarm likuefaksi sebagai kekayaan intelektual menunjukkan komitmen Kemenkumham Sulteng dan DJKI dalam mendukung upaya pemerintah untuk melindungi aset daerah sebagai inventaris hak kekayaan intelektual di Provinsi Sulawesi Tengah.
Diharapkan dengan adanya alarm ini, masyarakat dapat memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi likuefaksi tanah, sehingga dapat meminimalisasi korban jiwa dan kerugian materi akibat bencana alam.