30.5 C
Jakarta
HomePolitikPentingnya Oposisi dalam Gerbong Prabowo/Gibran

Pentingnya Oposisi dalam Gerbong Prabowo/Gibran

Jakarta (ANTARA) – Sebelumnya berlawanan, namun sekarang mendukung. Dulu menginginkan perubahan, kini ingin mempertahankan. Sebelumnya saling bertentangan, namun kini bersatu. Perubahan dramatis dalam sikap beberapa partai politik terbaca jelas setelah Mahkamah Konstitusi pada 22 April 2022 menolak permohonan pasangan calon presiden/wakil presiden Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar (nomor urut 1) dan Ganjar Pranowo/Mahmud Md. (nomor urut 3) dalam sengketa Pilpres 2024.

Dalam dunia politik praktis, perubahan sikap tersebut adalah hal yang biasa karena pada akhirnya tujuan dari perjuangan politik adalah kepentingan. Sikap merupakan hasil dari kepentingan.

Oleh karena itu, satu per satu partai politik yang sebelumnya menjadi lawan dari pasangan Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka, mulai mendekat ke pasangan nomor urut 2 tersebut. Tidak begitu penting siapa yang mengambil inisiatif pertama untuk berkoalisi. Yang pasti, Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka, setelah resmi diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, hampir pasti akan mendapatkan tambahan dari partai politik lainnya.

Tentu saja, hal ini merupakan energi tambahan bagi Prabowo/Gibran. Semakin banyak dukungan dari partai politik akan mempermudah kerja sama di legislatif dan eksekutif dalam melaksanakan program-program yang dijanjikan selama kampanye.

Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo/Gibran terdiri dari Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, serta partai-partai yang tidak berhasil mencapai ambang batas parlemen: PSI, Gelora, dan Garuda.

Perubahan sikap partai politik yang sekarang bergabung dengan pemerintah yang akan datang, paling terlihat dari Koalisi Perubahan. Partai yang sebelumnya mendukung Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar, sekarang perlahan-lahan mendekat ke Prabowo. Dua partai tersebut adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem.

NasDem dan PKB mencoba untuk lebih realistis dengan menurunkan ego yang mungkin terjadi selama pemilihan umum. Selain itu, kedua partai ini memang tidak memiliki pengalaman di luar pemerintahan.

Kehadiran kedua partai tersebut di kubu pemerintahan yang akan datang diharapkan dapat menjadi momen untuk mengakhiri pertentangan di tengah masyarakat.

Gestur politik kedua partai tersebut sebenarnya sudah terlihat sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Prabowo/Gibran tidak melakukan pelanggaran dalam pemilu.

NasDem contohnya. Partai yang dipimpin oleh Surya Paloh itu mengundang Prabowo untuk bertemu di NasDem Tower, Jakarta, pada 22 Maret lalu. Dalam acara pertemuan politik tersebut, NasDem memberikan sinyal bahwa mereka akan mendukung capres yang meraih suara terbanyak.

Kemudian pada 24 April, Surya Paloh secara tegas menyatakan dukungannya kepada Prabowo. Hal ini seakan memberikan legitimasi atas keputusan partai tersebut untuk berdiri di belakang Prabowo/Gibran.

Prabowo pun menyambut tawaran kerja sama yang diberikan oleh Surya Paloh. Meskipun demikian, Surya Paloh menyatakan bahwa NasDem tidak mengharapkan jatah kursi menteri sebagai imbalan atas dukungannya kepada Prabowo.

Berbeda dengan NasDem, PKB justru merupakan partai pertama yang dikunjungi oleh Prabowo setelah ia resmi diumumkan sebagai presiden terpilih. Prabowo langsung menuju ke kantor PKB di Senen, Jakarta Pusat pada 24 April.

Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB langsung menyatakan dukungannya kepada Prabowo/Gibran. Kehadiran PKB di koalisi diperkirakan akan menguatkan posisi pemerintah di parlemen.

Selain itu, PKB juga dianggap sebagai representasi Nahdliyin, yang merupakan sebutan untuk jamaah Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dengan dukungan dari PKB dan PAN, partai-partai berbasis pemilih Islam, pemerintahan Prabowo/Gibran akan semakin kuat.

Bergabungnya PKB dan NasDem dengan pemerintah akan dikonfirmasi lebih lanjut dalam pertemuan antara kedua partai tersebut dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei mendatang.

Selain itu, perlu dicatat bahwa PKS dan PDI Perjuangan sejauh ini masih belum menunjukkan keinginan untuk bergabung dalam koalisi besar pemerintah. Status PKS sebagai partai yang memiliki ideologi berbeda menunjukkan bahwa mereka masih berada di luar koalisi tersebut.

Namun, PKS mulai memberikan sinyal bahwa mereka terbuka untuk bergabung dalam koalisi pemerintah. Meskipun demikian, pertemuan antara PKS dan Prabowo masih belum terjadi dan mereka berharap agar pertemuan tersebut dapat diatur dalam waktu dekat.

Bagi sebagian pihak, kehadiran oposisi hingga kini masih penting untuk menjaga keseimbangan dalam sistem politik. Oposisi dapat berperan sebagai pengawas kegiatan pemerintah dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan kepentingan rakyat.

Dengan demikian, langkah-langkah politik yang dilakukan oleh petinggi partai politik diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan yang kuat untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Source link

Berita Terbaru

Berita Populer