Mantan Ketua KPU RI periode 2004-2007, Ramlan Surbakti, menegaskan bahwa evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) tidak boleh hanya berdasarkan hasil akhirnya saja. Menurutnya, hal ini dapat bertentangan dengan esensi pemilu sebagai salah satu pilar demokrasi.
Ramlan menekankan bahwa pemilu melibatkan jutaan warga negara dan memerlukan anggaran yang besar. Oleh karena itu, penilaian terhadap pemilu tidak hanya dapat dilakukan berdasarkan hasilnya, tetapi juga melibatkan prosesnya.
“Lebih banyak pengorganisasiannya dibandingkan perang,” ujar Ramlan dalam diskusi Sidang Pendapat Rakyat Untuk Keadilan Pemilu di Jakarta.
Sebagai seorang Guru Besar Universitas Airlangga, Ramlan mengidentifikasi delapan parameter yang dapat digunakan untuk menilai penyelenggaraan pemilu di suatu negara. Parameter-parameter tersebut meliputi aspek hukum pemilu dalam demokrasi, persaingan yang adil, profesionalitas dan integritas penyelenggara, partisipasi pemilih yang aktif, integritas dalam pemungutan dan rekapitulasi suara, penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu yang tepat waktu, serta keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam prosesnya.
Ramlan juga menyoroti pentingnya menghindari manipulasi dalam hukum pemilu, pemilihan, maupun hasil pemilu. Menurutnya, pemilu diadakan sebagai manifestasi dari sistem demokrasi perwakilan, dan penilaian terhadap pemilu harus mencakup semua aspek yang terlibat.
Dalam konteks Pemilu 2024, Ramlan berpendapat bahwa menilai pemilu hanya berdasarkan hasilnya tidaklah demokratis dan adil, terutama mengingat besarnya anggaran yang dikeluarkan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan parameter-parameter yang telah ditetapkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif.
Artikel ini disusun oleh Bagus Ahmad Rizaldi dan diedit oleh Edy M Yakub, serta dilindungi hak cipta oleh ANTARA tahun 2024.