Akademisi dari Universitas Trunojoyo Madura, Jawa Timur, Surokim Abdussalam, percaya bahwa putusan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) harus didasari oleh integritas. Menurutnya, hasil putusan MK sangat dinantikan oleh publik sebagai penjaga terakhir konstitusi. Surokim berpendapat bahwa para hakim MK memiliki integritas yang tinggi.
Dia juga menekankan bahwa putusan yang diumumkan pada Senin (22/4) tidak boleh hanya melihat kecurangan di masa lalu, tetapi juga harus mempertimbangkan martabat pemilu. Surokim memprediksi bahwa sebagian gugatan akan diterima untuk perbaikan di masa depan.
Di sisi lain, akademisi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto, menyatakan bahwa putusan MK mengenai sengketa pilpres memiliki tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah menolak semua permohonan dari kedua calon presiden, disertai catatan perbaikan untuk pemilu selanjutnya.
Kemungkinan kedua adalah menerima permohonan dari kedua calon presiden, namun mendiskualifikasi calon presiden lainnya untuk menggelar pemungutan suara ulang. Kemungkinan ketiga adalah hanya sebagian permohonan yang dikabulkan, misalnya dengan mendiskualifikasi salah satu peserta jika terbukti melakukan pelanggaran.
Andri berpendapat bahwa keputusan MK merupakan jalan tengah yang diambil untuk menyelesaikan sengketa ini. Semua pihak menantikan putusan yang diambil oleh MK dalam menjaga integritas pemilihan umum.