Pengamat intelijen dan keamanan nasional, Stepi Anriani, mengingatkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri untuk fokus dalam menggali alasan atau penyebab tujuh orang yang diduga bergabung dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurut Stepi, penting untuk tidak hanya sekadar menangkap orang-orang tersebut tanpa melakukan langkah-langkah lebih lanjut. Hal ini karena mencari jaringan dalam kelompok teroris merupakan hal utama untuk mencegah potensi ledakan atau kerugian masyarakat.
Direktur Eksekutif Intelligence and National Security Studies (INSS) juga menyarankan agar Densus 88 Antiteror Polri bekerja sama dengan kalangan profesional lainnya, seperti psikolog, sosiolog, antropolog, Komnas Perempuan, Komnas HAM, atau lembaga lain, untuk mendapatkan alasan di balik bergabungnya tujuh orang tersebut dengan kelompok teroris JI.
Stepi menegaskan bahwa tindakan penggalangan atau pencarian informasi harus dilakukan dengan cara yang positif dan tanpa penyiksaan. Penangkapan tujuh orang di Sulteng dinilai sebagai bagian dari langkah pencegahan terhadap potensi ancaman terorisme yang lebih besar.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombespol Aswin Siregar, belum memberikan pernyataan resmi terkait penangkapan tersebut karena alasan kepentingan penyidikan yang masih berlangsung. Saat ini, penyidik Densus 88 Antiteror Polri sedang melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap para tersangka.
Kapolda Sulteng, Irjen Pol Agus Nugroho, telah membenarkan bahwa Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap tujuh orang terduga terafiliasi sebagai anggota JI di Sulteng. Ketujuh orang tersebut berasal dari Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Poso.
Empat warga Kota Palu yang diduga anggota JI berinisial AR, BS, GN, dan BK. Sementara itu, dua warga Sigi berinisial MH dan HR serta warga Poso berinisial SK juga diamankan.
Penangkapan ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi aktivitas terorisme meskipun angka aktivitas terorisme telah menurun.