30.1 C
Jakarta
HomeprabowoGelar Brigadir Jenderal TNI Poshumous I Gusti Ngurah Rai

Gelar Brigadir Jenderal TNI Poshumous I Gusti Ngurah Rai

Sikap dan tindakan Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai dan para prajuritnya dalam pertempuran Puputan Margarana tahun 1946 telah menetapkan kriteria kepemimpinan teladan bagi generasi TNI selanjutnya: Memimpin dengan contoh, memimpin dari depan, dan membuktikan patriotisme dengan mengorbankan tubuh dan jiwa. I Gusti Ngurah Rai memiliki semangat juang seorang prajurit sejati dan lebih memilih mati daripada menyerah kepada musuh. Perang sampai habis (tradisi puputan) yang dia bangkitkan membangkitkan semangat juang pasukannya dan melawan Belanda hingga kehabisan tenaga. I Gusti Ngurah Rai bertempur di medan perang hingga nafas terakhirnya.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, I Gusti Ngurah Rai datang ke Yogyakarta atas inisiatifnya untuk bertemu dengan Jenderal Sudirman. Dia meminta mandat dari Jenderal Sudirman untuk membentuk Tentara Republik Indonesia (TRI) di Bali dan Nusa Tenggara, yang disebut dengan Sunda Kecil.

Kemudian, dia kembali dan merekrut pasukan serta mulai melancarkan serangan terhadap pos terakhir Belanda yang dipasang pada akhir Perang Dunia II untuk merebut kembali Bali. Sejak pendudukan Jepang tahun 1942, I Gusti Ngurah Rai telah mengumpulkan pemuda Bali yang bersatu dalam Gerakan Anti Fasis (GAF). Pada bulan September 1946, Belanda mulai menyerang secara agresif. Dan pada 19 November 1946, Belanda berhasil menyerang dan menyergap pasukan yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai di Desa Margarana dekat Ubud.

Belanda telah mengirim utusan untuk meminta I Gusti Ngurah Rai menyerah. Jika dia menyerah, dia dan pasukannya akan diampuni. Tawaran itu datang dari Kapten Infanteri Belanda JBT Konig, salah satu perwira Batalyon Infanteri KNIL Gajah Merah, pasukan Belanda yang diperintahkan untuk menduduki Bali. JBT Konig pernah dekat dengan I Gusti Ngurah Rai.

Konig adalah salah satu perwira KNIL yang mengawasi Pendidikan Perwira Prajoda di Gianyar, Bali sebelum kedatangan Jepang. I Gusti Ngurah Rai telah bergabung dengan Prajoda sebelum pecahnya Perang Pasifik.

Pada suatu ketika, I Gusti Ngurah Rai bahkan menyelamatkan Konig dan seorang perwira KNIL lainnya dengan membantu mereka melarikan diri ke Jawa ketika Jepang mulai menyerang. Namun, I Gusti Ngurah Rai menolak tawaran unruk menyerah kepada Belanda, meskipun tawaran itu datang dari Konig, mantan atasan…

That was the answer of I Gusti Ngurah Rai. Such was the firmness of I Gusti Ngurah Rai in facing the Dutch colonialists. His letter reflects his patriotic soul and unwillingness to compromise in his devotion to fight the invaders. He answered the offer from the Dutch to surrender with the shout “Puputan, Puputan”, which means all-out. Therefore this war is called the battle of Puputan in Margarana, or “the all-out war”. On November 19, 1946, in Margarana Village near Ubud, I Gusti Ngurah Rai led the TNI forces (at that time known as TRI) in a fierce battle against the Dutch forces. For several days, the Dutch continued to carry out sieges against the village. CHAPTER I Exemplary Leaders of the Indonesian Armed Forces Lieutenant General TNI (Ret.) Prabowo Subianto 19 Notes From Experience.

Despite facing the Dutch troops whose personnel and weaponry were much more advanced and even supported by tactical bombers, I Gusti Ngurah Rai, the Commander of the Lesser Sunda TRI Regiment (equivalent to the current level of Pangdam / Territorial Commander), and his troops continued to fight relentlessly.

The ferocious battle was started in the morning until finally, no more shots were fired from the Indonesian side in the afternoon. All TRI troops in the battle had been killed, including the Commander of the Lesser Sunda TRI Regiment, I Gusti Ngurah Rai, and the Chief of Staff of the Lesser Sunda TRI Regiment, I Gusti Putu Wisnu.

The attitude and actions of I Gusti Ngurah Rai and his troops have given the next generations of TNI a tradition of military leadership that is extraordinary and inspiring. I Gusti Ngurah Rai led by example, led from the front, and proved his patriotism by sacrificing his body and soul.

Source link

Berita Terbaru

Berita Populer