29 C
Jakarta
HomeprabowoThe Challenges and Struggles We Face

The Challenges and Struggles We Face

Oleh: Prabowo Subianto, diperoleh dari buku “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 223-227, edisi keempat versi softcover.

Bagi saya, terlibat dalam politik berarti mengorbankan energi, waktu, dan emosi. Namun, tanpa terlibat dalam politik, tidak akan ada cara bagi saya untuk meningkatkan kehidupan banyak orang.

Memang, saya yakin bahwa peningkatan yang signifikan dalam kehidupan warga negara kita tidak dapat dicapai hanya dengan keluhan dan kritik semata. Demikian pula, kita tidak bisa memperbaiki bangsa kita hanya dengan berdiam diri atau dengan mencela tanpa tindakan.

Beberapa dari Anda yang membaca buku ini mungkin sudah terlibat dalam politik, atau setidaknya memahami dan peduli tentang politik nasional kita. Ada yang mungkin belum. Bagi mereka yang belum, saya menyarankan untuk merenungkan hal berikut.

Ada saat dalam hidup ketika kita harus membuat pilihan sulit. Apakah kita bersikap jujur, atau kita menerima kebohongan?

Apakah kita tegas membela integritas dan kemerdekaan negara kita serta nilai-nilai yang kita junjung tinggi? Atau, apakah kita tunduk pada godaan materi, menjual nilai-nilai, diri kita, identitas kita, dan martabat kita?

Pilihan-pilihan seperti ini sangat sulit.

Pada tahun 1945, para pemimpin kita menghadapi dilema serupa: menyatakan kemerdekaan atau menunggu diberikan oleh penjajah. Mereka yang menganjurkan untuk segera mendeklarasikannya mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawa mereka.

Di malam 10 November 1945, rakyat dan pemimpin Surabaya dihadapkan pada pilihan sulit: menyerahkan senjata mereka sesuai tuntutan Inggris sebelum 9 November atau menghadapi serangan dari kekuatan super global pada masa itu.

Bayangkan dampaknya terhadap kebanggaan nasional kita jika pemimpin dan warga Surabaya menyerah. Bagaimana jika Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan semua pemimpin Jawa Timur dan Surabaya tunduk pada tuntutan asing? Di manakah martabat kita berdiri hari ini?

Krisis besar bangsa kita pada tahun 1965 juga menawarkan pilihan yang jelas: membela Pancasila atau tunduk pada ideologi asing bagi negara kita, komunisme?

Demikian pula, selama era Reformasi pada tahun 1998, banyak pemimpin kita dihadapkan pada pilihan sulit: membela sistem yang tidak demokratis atau dengan berani memperjuangkan reformasi dan demokrasi?

Selama 20 tahun perjalanan politik saya, saya selalu menyampaikan pesan yang terdapat dalam buku ini. Sepanjang jalan, banyak lawan yang berusaha mencemarkan nama saya, menggambarkan saya sebagai orang yang haus kekuasaan dan cenderung kekerasan.

Namun, setelah puluhan tahun, saya telah membuktikan komitmen saya terhadap perdamaian. Sebagai mantan prajurit yang telah menyaksikan perang dan korban jiwa, yang telah melihat rekan-rekan tumbang dan harus memberitahu keluarga mereka tentang kematiannya, saya selalu memilih jalan perdamaian. Tuduhan yang dilemparkan kepada saya sama sekali tidak berdasar. Saya dituduh ingin menutup semua gereja di Indonesia, padahal sebagian dari keluarga saya beragama Kristiani. Di antara mereka yang dekat dengan saya – pengawal, ajudan, dan sekretaris saya – ada yang beragama Kristiani.

Sebagai mantan prajurit TNI, saya bersumpah untuk membela semua warga Indonesia, tanpa memandang suku, agama, atau ras. Saya telah mengorbankan nyawa saya, dan banyak bawahan saya dari berbagai latar belakang telah gugur di bawah komando saya.

Bagaimana mungkin saya mengkhianati sumpah saya dan melupakan pengorbanan bawahan saya?

Saya juga difitnah sebagai anti-Tionghoa, meskipun selalu mendukung semua kelompok minoritas. Fitnah seperti ini adalah sisi gelap dari politik. Saya selalu mendorong teman-teman dan pendukung saya untuk tetap sabar dan tenang. Jangan merespons kebencian dengan kebencian, kejahatan dengan kejahatan, fitnah dengan fitnah. Meskipun kita tetap sabar, kita juga harus siap – secara mental, fisik, dan spiritual. Bagi yang membaca buku ini, saya meminta Anda untuk merenungkan pendapat, sikap, dan respons Anda di tengah malam.

Saya mempertanyakan apakah kita akan bersama-sama mempertahankan kebenaran atau tunduk pada kebohongan, penipuan, ketidakadilan?

Dan di hari-hari mendatang, setelah refleksi Anda, saya mengundang Anda untuk mengambil langkah-langkah menuju masa depan. Saya memilih untuk berjuang secara konstitusional. Saya menolak tunduk pada keadaan yang tidak adil dan salah. Saya yakin apa yang sedang dialami Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh campur tangan asing. Beberapa negara ingin melihat Indonesia lemah, hancur, dan miskin.

Saya memiliki bukti kuat tentang keterlibatan mereka. Namun, kita harus tetap tenang. Kita perlu bersabar dan percaya pada kekuatan kita sendiri.

Source link

Berita Terbaru

Berita Populer