29 C
Jakarta
HomeprabowoField Marshall Bernard Law Montgomery

Field Marshall Bernard Law Montgomery

Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto] 

“Saat saya baru saja pensiun dari TNI, saya terharu saat membaca surat Montgomery kepada Raja Inggris. Dia menulis, “Setelah bertugas untuk kerajaan di luar negeri selama bertahun-tahun, kini tiba saatnya saya harus pulang ke Inggris. Namun, saya agak bingung karena tidak memiliki rumah. Semua harta pribadi yang saya titipkan di rumah seorang saudara telah dihancurkan oleh bom Jerman. Saya mohon perhatian dari Raja.”

Kita bisa membayangkan seorang panglima terkenal yang telah memimpin jutaan tentara, terlibat dalam pertempuran-pertempuran terkenal seperti El Alamien, Normandy, dan lainnya, kembali dari perang merasa bingung karena tidak memiliki rumah. Ini terjadi di sebuah negara Barat yang super power pada saat itu. Saya berpikir, apalah saya dibandingkan dengan Montgomery.”

Saya telah membaca biografi Field Marshall Bernard Law Montgomery berkali-kali dalam berbagai versi. Saya juga telah membaca otobiografinya. Montgomery memiliki karier militer yang menarik, dimulai dari Akademi Militer Inggris, Sandhurst. Setelah terlibat dalam Perang Dunia Pertama dan terluka parah, ia melanjutkan kariernya. Selama Perang Dunia Kedua, ia menjadi panglima divisi melawan Jerman di Prancis, ikut serta dalam evakuasi di Dunkerque (Dunkirk), dan menjadi perwira kunci di tentara Inggris pasca peristiwa Dunkerque.

Ia dikenal sebagai perwira profesional yang fokus utamanya adalah pengabdian di lapangan. Sebagai seorang jenderal, ia sangat bugar. Ia selalu berlari cross country dan tidak pernah merokok atau minum alkohol.

Montgomery gemar belajar sejarah dan pada akhirnya ditunjuk oleh Perdana Menteri Churchill menjadi panglima tentara ke-8 Inggris di Mesir, di mana ia berhasil mengalahkan tentara Jerman dan Italia dalam pertempuran terkenal El Alamein, Mesir.

Dari sana, ia mengejar Rommel sampai ke Tunisia, memimpin pendaratan di Sisilia, dan menjadi panglima pendaratan di Normandia, Operasi Overlord. Selanjutnya, ia terus memimpin tentara sekutu sampai berakhirnya Perang Dunia Kedua dan menjadi pimpinan tentara Inggris saat pensiun.

Selain karier sebagai panglima yang cemerlang, ada hal-hal lain yang menarik atau membuat saya kagum tentang dirinya.

Pada suatu saat setelah saya pensiun dari tentara, saya melihat toko buku di Kota Bangkok yang memiliki kotak buku bekas di luar toko. Saya menemukan biografi Jenderal Montgomery di sana. Setelah membaca, saya menemukan sesuatu yang sangat menarik bagi saya. Ternyata setelah kematiannya, ditemukan surat yang ditulisnya kepada Raja Inggris George ke-6 setelah Perang Dunia Kedua berakhir.

Dalam surat tersebut, ia menulis kepada raja, “Setelah bertugas untuk kerajaan di luar negeri selama bertahun-tahun, kini tiba saatnya saya harus kembali ke Inggris. Saya bicara kepada paduka yang mulia raja sebagai panglima tertinggi saya. Dan saya harus melaporkan bahwa saya agak bingung karena saya pulang saya tidak punya rumah. Semua harta pribadi saya yang saya titipkan di rumah seorang saudara sudah dihancurkan oleh bom Jerman. Anak saya satu-satunya saat ini berada di sebuah boarding school dan setiap libur saya titipkan kepada saudara-saudara dan teman-teman yang ada. Saya mohon perhatian dari Raja.”

Kita bisa membayangkan seorang panglima terkenal, yang pernah memimpin jutaan tentara dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran terkenal seperti El Alamien, Normandy, dan sebagainya, saat pulang dari perang merasa bingung karena tidak memiliki rumah, dan ia berani menulis surat kepada raja sebagai panglima tertinggi dia. Ini terjadi di sebuah negara Barat yang bisa dikatakan super power pada saat itu. Bahwa ada jenderal panglima yang tidak punya rumah.

Waktu itu saya tersentak, karena itulah nasib yang saya alami setelah pensiun. Saya pun tidak memiliki rumah pribadi. Saya punya sebuah rumah dinas di Cijantung 2, yang memang milik tentara dan saya yakin suatu saat harus saya kembalikan.

Tetapi begitu saya membaca ceritanya Montgomery yang pulang tanpa memiliki rumah, akhirnya saya ambil kesimpulan bahwa meskipun seorang panglima yang memimpin jutaan prajurit oleh negara super power seperti Inggris pada saat itu juga bisa tidak memiliki rumah, apalagi saya? Jadi, pada saat itu, saya merasa sedih karena tidak memiliki rumah pribadi, namun pada akhirnya saya bisa terhibur dengan itu dan akhirnya pada saatnya saya pun memiliki rumah pribadi, walaupun melalui perjuangan yang tidak mudah.

Source link

Berita Terbaru

Berita Populer