Pada usia 17 tahun, saya baru saja kembali dari luar negeri. Ketika itu, nama Pak Kemal Idris sudah sangat terkenal sebagai salah satu tokoh TNI Angkatan Darat yang merupakan salah satu tokoh kunci Orde Baru di awal mulainya Orde Baru. Beliau bersama Letnan Jenderal TNI HR Dharsono, Surono, dan Kolonel Infanteri Sarwo Edi Wibowo adalah tokoh-tokoh kunci yang mendukung Pak Harto di tahun-tahun setelah G30S/PKI.
Dalam kalangan keluarga saya, Pak Kemal Idris sering disebut-sebut. Beliau adalah sahabat dekat dari paman saya, Subianto Djojohadikusumo, yang gugur dalam peristiwa Lengkong. Saat bertemu dengan Pak Kemal Idris, beliau mengatakan bahwa paman saya merupakan orang yang sangat berani dan jika masih hidup, akan menjadi Pangkostrad. Saya kemudian mempelajari lebih dalam tentang riwayat hidup Pak Kemal Idris dan menemukan bahwa beliau adalah orang yang sangat patriotik, pemberani, lurus, dan terbuka.
Batalyon Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia. Pak Kemal Idris adalah orang yang sangat pro rakyat, sangat nasionalis, dan membenci korupsi. Namun, ia juga dikenal sebagai orang yang emosional dan sering mengambil keputusan terlalu cepat sebelum mengetahui situasi sebenarnya.
Selama perjalanan hidupnya, Pak Kemal Idris sering menasihati saya dan memberikan banyak ilmu kepemimpinan. Ketika beliau sakit keras, beliau berpesan kepada saya untuk terus berjuang dan menjaga Republik ini. Kata-kata terakhir beliau kepada saya adalah “jaga Republik ini, terima kasih,” sebelum beliau meninggal.
Saya merasakan getaran jiwa beliau di saat-saat terakhir hidupnya, dan saya sudah berhenti sebagai Pangkostrad. Kesempatan untuk bertemu dan belajar dari Pak Kemal Idris merupakan pengalaman berharga bagi saya.